Modus Keji Wamenaker Noel: Peras Pekerja Bayar Rp 6 Juta untuk Sertifikat K3
![]() |
Wamenaker Noel memakai rompi oren di tangkap oleh kpk |
Kasus yang menjerat Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer, atau yang akrab disapa Noel, menjadi sorotan besar publik. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkannya bersama sepuluh orang lainnya sebagai tersangka pemerasan dalam pengurusan sertifikasi Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3).
Alih-alih membantu pekerja dalam meningkatkan kompetensi dan keselamatan kerja, justru ditemukan praktik keji: buruh diminta membayar hingga Rp 6 juta agar sertifikat mereka bisa keluar dengan cepat. Padahal, tarif resmi yang ditetapkan pemerintah untuk sertifikasi ini hanyalah Rp 275 ribu. Selisih biaya yang fantastis itu menjadi celah untuk memperkaya pejabat dan kelompok tertentu.
Modus Pemerasan: Tiket Sakti Rp 6 Juta
Ketua KPK, Setyo Budiyanto, menjelaskan bahwa pekerja yang ingin mendapatkan sertifikat K3 dipaksa mengikuti “jalur khusus”. Dengan membayar Rp 6 juta, proses berjalan cepat dan lancar. Namun jika menolak, proses administrasi mereka sengaja dipersulit atau bahkan diblokir.
Bagi banyak pekerja, terutama yang berpenghasilan pas-pasan, jumlah tersebut jelas sangat membebani. Sertifikat K3 sejatinya bertujuan melindungi keselamatan kerja, tetapi berubah menjadi ladang bisnis ilegal bagi oknum pejabat.
Fakta Mengejutkan: Duit Miliaran & Motor Ducati
Dalam konferensi pers, KPK mengungkap bahwa Noel tidak sekadar mengetahui praktik kotor ini, melainkan aktif meminta jatah langsung dari hasil pemerasan. Dari laporan penyidik, Noel menerima aliran dana miliaran rupiah serta sebuah motor mewah Ducati yang bahkan belum terdaftar resmi di Indonesia.
Fakta ini menimbulkan pertanyaan besar: bagaimana mungkin pejabat publik yang mendapat mandat mengawasi kesejahteraan pekerja justru tega menghisap keuntungan dari mereka?
Dampak Buruk: Kepercayaan Publik Runtuh
Kasus Noel bukan hanya soal uang haram, melainkan juga keruntuhan kepercayaan publik terhadap lembaga ketenagakerjaan. Sertifikat K3 adalah syarat penting bagi banyak tenaga kerja, terutama di sektor kesehatan, industri, hingga konstruksi. Jika prosesnya bisa diperdagangkan dengan harga selangit, maka keselamatan pekerja di lapangan pun terancam.
Lebih jauh lagi, kasus ini bisa memperburuk citra pemerintah dalam penegakan hukum. Rakyat bisa kehilangan keyakinan bahwa negara benar-benar berpihak kepada pekerja kecil.
Celah Birokrasi dan Budaya Korupsi
Kasus ini menunjukkan betapa rapuhnya birokrasi pengurusan sertifikasi di Indonesia. Proses yang seharusnya transparan dan murah malah dimonopoli oleh oknum yang mencari keuntungan pribadi. Tanpa sistem digitalisasi yang kuat dan pengawasan ketat, praktik serupa bisa terus berulang di kementerian atau lembaga lain.
Beberapa pengamat ketenagakerjaan bahkan menilai kasus ini hanya “puncak gunung es” dari persoalan lebih besar, yaitu lemahnya sistem audit internal dan rendahnya sanksi administratif sebelum kasus masuk ranah hukum.
Harapan ke Depan: Reformasi Sistem Sertifikasi
Skandal Noel bisa menjadi titik balik. Pemerintah perlu mendorong reformasi menyeluruh dalam sistem sertifikasi K3, termasuk:
-
Digitalisasi penuh agar proses bisa diawasi secara transparan.
-
Pemangkasan birokrasi untuk menghindari jalur pintas ilegal.
-
Sanksi tegas bagi pejabat yang terbukti menyalahgunakan kewenangan.
-
Edukasi kepada pekerja agar tidak mudah terjebak praktik pungli.
Dengan langkah serius, publik bisa kembali percaya bahwa sertifikat K3 benar-benar hadir demi keselamatan, bukan sekadar ladang korupsi.
Kesimpulan
Kasus pemerasan Rp 6 juta oleh Noel menunjukkan wajah kelam birokrasi Indonesia. Dari tarif resmi Rp 275 ribu yang berubah menjadi jutaan rupiah, jelas terlihat bagaimana kekuasaan bisa disalahgunakan untuk memperkaya diri sendiri.
Kini, publik menunggu langkah KPK dan pemerintah: apakah kasus ini hanya akan berakhir di meja pengadilan, atau benar-benar membuka jalan menuju reformasi besar di sektor ketenagakerjaan.
Komentar
Posting Komentar